Penelitian pengendalian hayati dari berbagai aspek, akhir-akhir ini banyak dilakukan., tidak saja untuk serangga hama, tetapi juga untuk patogen tanaman dan gulma. Hal ini karena penggunaan pestisida sebagai satu-satunya pengendalian andalan petani dapat menyebabkan pengaruh samping yang buruk, baik terhadap hama penyakit sasaran sendiri, maupun terhadap pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Hal ini didukung juga oleh Undang-Undang RI No.12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah RI No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Undang-Undang RI No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan pernyataan tersebut tercermin jelas bahwa dalam setiap tindakan pengendalian OPT harus memadukan berbagai teknik, termasuk didalamnya teknik pengendalian hayati. Pemanfaatan agens hayati dalam proses produksi suatu produk tanaman khususnya dalam menekan kehilangan dan kerugian hasil akibat organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu aspek penting yang sangat berpeluang untuk menjawab tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang minim penggunaan pestisidanya.
Aspek keselamatan, kesehatan, dan lingkungan pada keseluruhan proses produksi sampai pemasaran dinilai dengan International StandardizationOrganization (ISO) yang dikenal dengan pendekatan sistem mutu dan keamanan pangan, termasuk di dalamnya Sistem Manajemen ISO 9000 tentang Manajemen Mutu, ISO 14000 tentang Manajemen Lingkungan, dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Produk yang berkualitas harus memiliki empat kriteria yaitu: (1) memenuhi sifat keindraan (sensory properties) yang meliputi rasa, penampilan, bau, dan warna; (2) memenuhi nilai nutrisi (nutritional value) yang menyangkut isi nutrisi, vitamin, dan tidak terdapat hal yang tidak diinginkan seperti zat yang menimbulkan alergi; (3) menenuhi kualitas kesehatan (hygienic quality) yang menyangkut kebersihan, kesegaran, tidak ada serangga, tidak menjijikkan; dan (4) memenuhi aspek keamanan pangan (food safety) yang menyangkut tidak adanya mikroorganisme penyebab penyakit, tidak berisi zat toksik seperti pestisida, logam berat, mikotoksin, dan tidak ada tipuan. GAP dapat diaplikasikan dalam rentang waktu dan daerah yang luas terhadap sistem pertanian dengan skala yang berbeda. GAP digunakan dalam sistem pertanian berkelanjutan yang mencakup PHT, pengelolaan hara terpadu, pengelolaan gulma terpadu, pengelolaan irigasi terpadu, dan pemeliharaan (conservation) lahan pertanian. Penerapan PHT diperlukan dalam sistem produksi pertanian. Sistem pertanian berkelanjutan merupakan tujuan jangka panjang PHT dengan sasaran pencapaian produksi tinggi, produk berkualitas, perlindungan dan peningkatan kemampuan tanah, air, dan sumber daya lainnya, pembangunan perekonomian desa agar makmur (thriving), dan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga petani dan komunitas pertanian pada umumnya. Hal ini baru akan terwujud pada beberapa dekade mendatang karena pertanian berkelanjutan sampai saat ini belum memiliki model atau alternatif dalam hubungannya dengan pertanian
Pengembangan PHT dalam pertanian berkelanjutan didasari oleh terjadinya resistensi hama terhadap insektisida, ledakan hama sekunder, dan pencemaran lingkungan akibat pemakaian insektisida. Di lain pihak, pengembangan pertanian berkelanjutan didasari oleh munculnya gerakan pertanian organik pada tahun 1920 dan 1930-an. Gerakan ini menuntut perlunya pengkajian pengaruh pupuk sintetis terhadap kualitas tanah, penyediaan pangan bagi penduduk dunia yang tumbuh dramatis, dan revolusi hijau yang telah menyebabkan meningkatnya penggunaan varietas unggul yang responsif terhadap pupuk sintetis dan penggunaan pestisida secara tidak bijaksana dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengendalian OPT merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem dan usaha agribisnis. Pengendalian OPT tanaman berperan dalam menjaga kualitas, kuantitas, kontinuitas hasil dan efisiensi produksi. Oleh karena itu pengendalian OPT tanaman harus selalu menjadi salah satu faktor pertimbangan dan menjiwai setiap usaha budidaya tanaman dan pemasaran pertanian. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan resiko yang harus dihadapi dan diperhitungkan dalam setiap budidaya tanaman untuk meningkatkan produk yang sesuai dengan harapan. Resiko ini merupakan konsekuensi dari setiap perubahan ekosistem sebagai akibat budidaya tanaman yang dilakukan. Sedangkan ketidaktentuan iklim merupakan suatu yang harus diterima sebagai fenomena alam. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan OPT dan berpengaruh langsung terhadap usaha budidaya tanaman.
pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya berisiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan banyak input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan OPT atau mengganggu siklus hidupnya
No comments:
Post a Comment