Kondisi pertanian di Indonesia kian
memprihatinkan. Banyak petani yang mengeluh karena harga beras turun, sementara
mereka telah keluar modal sangat banyak sekali saat produksi, hal ini yg
menyebabkan banyak petani yg tidak mau lagi menggarap sawahnya selain itu
disebabkan pula oleh tekanan ekonomi, budaya dan kebijakan
pemerintah yang menyebabkan mereka makin terpuruk.
Banyak sekali ladang, Sawah yang
tidak digarap. Petani mengeluhkan harga Pupuk yang mahal dan kondisi tanah yang
rusak akibat penggunaan pestisida kimia sementara ketika panen gabah dan
hasil pertanian lainnya mereka hanya dihargai murah. Ribuan hektar sawah dan ladang
menganggur, semangat petani pun berkurang karena tidak ada modal lagi untuk
bertani sehingga mereka hanya bertahan untuk hidup dengan hasil pertanian
seadanya. Nasib petani terpuruk karena penentuan harga pembelian sarana
produksi pertanian serta harga jual hasil pertanian banyak ditentukan oleh
perusahaan.
Petani harus segera menghilangkan
ketergantungannya pada penggunaan sarana produksi pertanian yang dibuat pabrik.
Potensi sumberdaya alam yang tersedia disekitar lahan pertanian perlu
dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk serta pestisida. Untuk mengatasi hal
tersebut salah satu caranya adalah dengan pemanfaatan mikroorganisme yang
berperan di sektor pertanian, contohnya seperti pemanfaatan biofertilizer
dalam pertanian organik, sebagai bioinsektisida dan sebagai agen biocontrol
yang saat ini di dunia telah berkembang pesat. Berbagai negara seperti India,
Thailand, Jepang, Cina, Brazil, Taiwan dan Negara maju lainnya telah lama
beralih dari pupuk kimia ke arah pupuk biologi sebagai hasil penerapan
pertanian organik.
Biofertilizer pada
Pertanian Organik
Pertanian organik semakin
berkembang dengan sejalan dengan timbulnya kesadaran akan petingnya menjaga
kelestarian lingkungan dan kebutuhan bahan makanan yang relatif lebih sehat.dalam pertanian organik yang tidak meggunakan
bahan kimia buatan seperti pupuk kimia buatan dan pestisida, biofertilizer atau
pupuk hayati menjadi salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan. Beberapa
mikroba tanah seperti Rhizobium, Azaosprillium, Azotobacter mikoriza
perombak sellulosa dan efektif mikroorgnisme dapat dimanfaatkan sebagai
biofertilizer pada pertanian organik, biofertilizer tersebut fungsinya antara
lain membantu penyediaan hara pada tanaman, mempermudah penyediaan hara bagi
tanaman membantu dekomposisi bahan organik, meyediakan lingkungn rhizosfer
sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produksi peningkatan
tanaman.
Bakteri Rhizobium bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan
menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Akar tanaman
tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui
kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya
(akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat
mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa
nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian
terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
Pemanfaatan Rhizobium dalam Produksi
Pertanian Dilakukan Melalui:
- Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),
- Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma pengganggu tanaman (OPT),
- Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi / penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),
- Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil fitohormon.
No comments:
Post a Comment