Tuesday 27 August 2013

pengertian Agen Hayati dalam pengendalian OPT tanaman

Agens Hayati merupakan Agens Pengendali Hayati (Biological Control Agens), setiap organisme meliputi species, subspecies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya yang dalam semua tahap perkembangannya dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama penyakit tanaman atau organisme pengganggu dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan. Agens pengendali hayati ini disebut patogen yang dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu patogen serangga dan agens antagonis patogen tumbuhan
1.Patogen Serangga
Bakteri Bacillus thuringiensis (famili Bacillaceae) menghasilkan metabolik sekunder bersifat antibiotik, toksin maupun enzima. Proses penghasilan metabolik sekunder berlangsung ketika masa pertumbuhan vegetatif atau sporolasi. Bacillus thuringiensis termasuk golongan pembentuk spora anaerob, merupakan spesies kompleks dan terdiri atas lebih dari 20 serotipe atau subspesies. Serotipe-serotipe ini menghasilkan toksin bersifat insektisida (Insectiside Protein Cristal) diantaranya delta-endotoksin bermanfaat dalam bidang pertanian. Proses Infeksi, pada umumnya saluran makanan adalah organ tubuh yang pertama kali terserang bakteri. Dalam saluran, toksin bakteri akan mengalami penguraian (hidrolisis). Fraksi-fraksi toksik tersebut akan dibebaskan dari kristal, sehingga meracuni sel-sel epithelia saluran makanan. Gejala Serangan, pada tahap awal infeksi bakteri, serangga menunjukan penurunan aktivitas makan dan cenderung mencari perlindungan di tempat tersembunyi (bawah daun). Selanjutnya larva mengalami diare, mengeluarkan cairan dari mulutnya, mengalami lumpuh (paralisis) pada saluran makanan; sehingga terjadi penurunan aktivitas gerak dan berakhir dengan kematian.
cendawan pengendali hayati yang berfungsi sebagai entomopatogen pada umumnya dari kelas Deuteromycetes, ordo Moniliaales, seperti Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Hirsutella saussurei, nomuraea riley, dan Paecilomycetes sp. Cendawan entomopatogen mempunyai kapasitas reproduksi tinggi, siklus hidup pendek, dapat membentuk spora yang bertahan lama di alam, aman, selektif dan kompatibel dengan berbagai insektisida kimia. Akan tetapi keberhasilan pemanfaatan cendawan entomopatogenik sebagai pengendali hama di lapangan sangat di pengaruhi oleh faktor lingukungan (suhu, kelembaban, dan sinar matahari), jumlah spora yang yang disemprotkan kemungkinan spora sampai pada sasaran dan waktu aplikasi yang tepat. Proses Infeksi, masuknya cendawan pada tubuh inang serangga melalui integumen, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulun cendawan yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit tubuh (ingumen). Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin selanjutnya cendawan akan berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Gejala serangan, serangga yang terserang cendawan patogenik akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi, rapuh dan cendawan tumbuh menutupi tubuh inang serangga dengan warna cendawan putih atau hijau tua
2.Agen Antagonis Patogen Tumbuhan
Agens antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang dan hara serta antibiosis dan lisis. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah mikroorganisme yang mengintervensi aktivitas patogen dalam menimbulkan panyakit tumbuhan. Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masuk ke dalam tanaman. Efektivitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit tersebut. Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, yang bersifat aerobic gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizofir dan tanah, serta lebih efektif pada tanah netral dan basa. Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan populasi, kolonisasi akar yang merupakan persyaratan sebagai agen biokontrol. Proses Antagonis, tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens berupa kompetisi unsur hara dalam tanah. Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap unsur Fe yang tersedia. Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5-4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram. Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Strain ini dan strain-strain yang sama dengannya disebut sebagai rizobakteri perangsang pertumbuhan tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria /PGPR). Sebutan sebagai rizobakteri pada bakteri Pseudomonas spp. Sehubungan dengan kemampuannya mengkoloni disekitar akar dengan cepat. Kemampuan PGPR sebagai agens pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen.
semua pseudomonas sp. dapat menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing berbeda dalam hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonas sp. banyak diteliti sehubungan dengan kemampuan bakteri ini sebagai perangsang pertumbuhan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan menekan serangan penyakit yang disebabkan Fusarium oxysporum dan penyakit akar yang disebabkan Gaeumannomyces graminis. Mekanisme kerja PGPR diketahui sebagai senyawa yang berfungsi sebagai pemasok zat makanan, bersifat antibiosis, atau sebagai hormon pertumbuhan, atau penggabungan dari berbagai cara tersebut. Mekanisme pengendalian patogen karena persaingan zat besi jamur-jamur patogen tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan siderofor jenis yang sama dengan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas sp. sehingga jamur patogen mengalami defisit unsur besi menyebabkan pertumbuhan patogen menjadi terhambat.
cendawan trichoderma sp dan Gliocladium sp. merupakan agens antagonis tumbuhan yang telah banyak dikembangkan dalam pembuatan pupuk organik hayati. Cendawan Trichoderma sp. efektif pada tanah masam. Pada pH netral, perkecambahan propagulnya terhambat dan bahkan tidak berkecambah pada kondisi basa. Cendawan ini sangat menyukai bahan yang banyak mengandung selulosa, seperti sisa-sisa jerami, batang jagung dan rerumputan. Trichoderma sp. sensitif terhadap penurunan Fe yang ditimbulkan oleh Pseudomonas fluorescens, sehingga kedua agens antagonis ini tidak kompatibel bila diaplikasi bersama-sama. Proses Antagonis, Trichoderma sp. aktif menyerang Rhizoctonia solani dan Pythium sp. yang menghasilkan kitinase dan B-1.3-glukanase, dengan proses antagonis parasitisme. Sedangkan Gliocladium sp. yang bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tular tanah seperti fusarium moniliforme dan Sclerotium rolfsii, dengan cara kerja antagonis berupa parasitisme, kompetisi dan antibiosis. Sehingga Aplikasi agen hayati untuk mengendalikan OPT sangat dianjurkan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Beberapa kelebihan agen hayati antara lain:
1. Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan menyerang hama penyakit sasaran.
2. Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia di alam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran menyebabkan keseimbangan ekosistem dan populasinya terganggu.
3. Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.
4. Tidak ada efek samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida
5. Relatif murah dan mudah proses pembuatannya di tingkat petani.

No comments: